KIAI JEJERUK DI DESA BONANG
Nama asli dari Kyai Jejeruk (Mbah Jejeruk) adalah Raden Abdur Rokhman, setengah riwayat mengatakan beliau bernama Sultan Makhmud. Beliau adalah raja dari kerajaan Minangkabau.
Ketika ayahnya wafat, Sultan Makhmud mendapat tinggalan warisan sebuah kitab, tetapi sayangnya beliau belum dapat memahami arti yang terkandug dalam kitab tersebut.
Untuk itu beliau pergi sampai ke Mesir dan Mekah untuk mencari seorang guru yang dapat menerangkan maksud atau arti dari kitab yang dimilikinya, tapi hasilnya sia-sia. Sehingga hatinya bertambah susah, mengapa beliau mendapat warisan sebuah kitab yang tidak diketahui maksudnya.
Kebetulan ada seorang pengail yang mengetahui bahwa di tanah Jawa ada ulama yang sangat alim, tentang hal tersebut disampaikan kepada Patih dan oleh Sang Patih kabar tersebut disampaikan kepada Sang Raja. Sang Raja sangat bergembira dan memutuskan untuk segera berangkat ke tanah Jawa untuk menemui Kiai yang dimaksud.
Dengan perbekalan yang cukup berangkatlah Sultan Mahmud beserta patihnya dengan menumpang sebuah perahu besar, sayang ditengah perjalanan datanglah angin kencang yang mengakibatkan perahu tadi terguling. Semua perbekalan beserta kitab beliau hilang, masuk ke dasar laut.
Sultan Mahmud susah karena hilangnya sebuah kiab yang sangat berharga. Karena kebingungannya itu, Sultan Mahmud bermaksud untuk kembali ke kerajaan. Oleh Sang Patih hal tersebut tidak disetujui. Dengan rasa berat, diteruskalah perjalanannya hingga dapat menemui Sang Kiai.
Di hadapan Sang Kiai (Kanjeng Sunan Bonang) Sultan Mahmud memperkenalkan diri, maksud kedatangannya beserta musibah yang menimpa dalam perjalanannya. Tiba-tiba Sang Kiai mengeluarkan sebuah kitab dari sakunya, dan menanyakan apakah kitab ini yang dimaksud. Setelah diteliti oleh Sang Raja, benar bahwa kitab itu adalah miliknya. Seketika itu Sultan Mahmud melepas pakaian dan pangkat kesultanan, sujud (sungkem) dihadapan Kanjeng Sunan Bonang tetapi hal itu dicegah oleh Kanjeng Sunan.
Kanjeng Sunan Bonang mulai membaca dan menerangkan semua isi yang terkandung dalam kitab tadi dan akhirnya difahami oleh Sang Raja. Setelah Sang Raja memahami semuanya, beliau memerintah kepada Sang Patih untuk kembali ke Minangkabau dengan beberapa pesan :
1. Beliau (Sultan Mahmud) akan menetap di tanah Jawa (Bonang)
2. Memberi kebebasan kepada Sang Putri Ratu (istri) untuk memilih tetap tinggal di keraton, atau menyusul ke Jawa.
3. Menyerahkan tahta kerajaan kepada adik baginda raja, untuk memegang pusat pemerintahan Minangkabau.
Karena kesetiaan sang putri kepada sang suami Baginda Raja, maka beliau tetap memilih untuk menyusul ke tanah Jawa, waau harus melepas tahta kerajaan. Akhirnya Sultan Mahmud beserta istri menjadi murid yang setia dari Kanjeng Sunan Bonang.
Keduanya terangkat menjadi Waliyyullah, bermukim dan wafat di bumi Bonang.
Ketika ayahnya wafat, Sultan Makhmud mendapat tinggalan warisan sebuah kitab, tetapi sayangnya beliau belum dapat memahami arti yang terkandug dalam kitab tersebut.
Untuk itu beliau pergi sampai ke Mesir dan Mekah untuk mencari seorang guru yang dapat menerangkan maksud atau arti dari kitab yang dimilikinya, tapi hasilnya sia-sia. Sehingga hatinya bertambah susah, mengapa beliau mendapat warisan sebuah kitab yang tidak diketahui maksudnya.
Kebetulan ada seorang pengail yang mengetahui bahwa di tanah Jawa ada ulama yang sangat alim, tentang hal tersebut disampaikan kepada Patih dan oleh Sang Patih kabar tersebut disampaikan kepada Sang Raja. Sang Raja sangat bergembira dan memutuskan untuk segera berangkat ke tanah Jawa untuk menemui Kiai yang dimaksud.
Dengan perbekalan yang cukup berangkatlah Sultan Mahmud beserta patihnya dengan menumpang sebuah perahu besar, sayang ditengah perjalanan datanglah angin kencang yang mengakibatkan perahu tadi terguling. Semua perbekalan beserta kitab beliau hilang, masuk ke dasar laut.
Sultan Mahmud susah karena hilangnya sebuah kiab yang sangat berharga. Karena kebingungannya itu, Sultan Mahmud bermaksud untuk kembali ke kerajaan. Oleh Sang Patih hal tersebut tidak disetujui. Dengan rasa berat, diteruskalah perjalanannya hingga dapat menemui Sang Kiai.
Di hadapan Sang Kiai (Kanjeng Sunan Bonang) Sultan Mahmud memperkenalkan diri, maksud kedatangannya beserta musibah yang menimpa dalam perjalanannya. Tiba-tiba Sang Kiai mengeluarkan sebuah kitab dari sakunya, dan menanyakan apakah kitab ini yang dimaksud. Setelah diteliti oleh Sang Raja, benar bahwa kitab itu adalah miliknya. Seketika itu Sultan Mahmud melepas pakaian dan pangkat kesultanan, sujud (sungkem) dihadapan Kanjeng Sunan Bonang tetapi hal itu dicegah oleh Kanjeng Sunan.
Kanjeng Sunan Bonang mulai membaca dan menerangkan semua isi yang terkandung dalam kitab tadi dan akhirnya difahami oleh Sang Raja. Setelah Sang Raja memahami semuanya, beliau memerintah kepada Sang Patih untuk kembali ke Minangkabau dengan beberapa pesan :
1. Beliau (Sultan Mahmud) akan menetap di tanah Jawa (Bonang)
2. Memberi kebebasan kepada Sang Putri Ratu (istri) untuk memilih tetap tinggal di keraton, atau menyusul ke Jawa.
3. Menyerahkan tahta kerajaan kepada adik baginda raja, untuk memegang pusat pemerintahan Minangkabau.
Karena kesetiaan sang putri kepada sang suami Baginda Raja, maka beliau tetap memilih untuk menyusul ke tanah Jawa, waau harus melepas tahta kerajaan. Akhirnya Sultan Mahmud beserta istri menjadi murid yang setia dari Kanjeng Sunan Bonang.
Keduanya terangkat menjadi Waliyyullah, bermukim dan wafat di bumi Bonang.
0 komentar :
Posting Komentar